Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2016

Kapan lagi kita sahur di Mahawu?

Kapan lagi, keberkahan bulan Ramadhan terasa ketika berjuang bersama, tidak sekedar mencoba merasakan penderitaan saudara yang kekurangan? Kapan lagi, kita tidak sekedar tidur ketika Ramadhan, tetapi merasakan adanya kekuatan besar yang Tuhan berikan dengan menahan nafsu lahir dan batin? Atau, kapan lagi kita keluar dari zona nyaman dan merasakan sesuatu yang lebih besar dari zona nyaman yang kita buat? Kita yang berjiwa muda selalu saja berusaha me mberi pembuktian, termasuk membuktikan bahwa di bulan Ramadhan muslim yang berpuasa dapat melakukan sesuatu yang sebagian orang menganggapnya tidak etis, semisal naik gunung. Dengan strategi dan perhitungan yang tepat, mendaki gunung di bulan Ramadhan tidak ada bedanya dengan bulan-bulan yang lain. Mapanget, 27 Juni 2015 Setelah berbuka puasa dan shalat magrib berjamaah di kampus, kami yang tergabung dalam organisasi pecinta alam berkumpul di depan markas Brimob Sulut di Jalan A.A Maramis, Paniki dua, kecamatan Mapanget, M

Sigi: Potret Desa Kalora di Kecamatan Kinovaro

Perjalanan sang pegembara sejatinya tanpa memusingkan destinasi, karena mereka tau  betul hakikatnya, tak ada tujuan kecuali pulang kembali ke rumah, kepangkuan sang ibu yang telah menunggunya di beranda. Maka untuk mengelabui sang rindu, semua tempat yang ia tuju diasumsikan sebagai rumah . Indonesia adalah mutumanikam dari rumah sang ibu pertiwi.   *** Jl. Juanda, Kota Palu, Sulawesi Tengah Belok kiri langsung (tertulis di trafik lalu lintas) , langsung pula pandangan kita dihadapkan pada deretan pegunungan Gawalise yang berdiri kokoh menjadi dinding raksasa pelindung   kota disisi bagian barat. Mungkin bagi kebanyakan orang, ini adalah pemandangan biasa setiap hari,   bagiku tetap saja ia luar biasa. Beberapa rumah yang tampak karena tak ada hutan penghalang saking tandusnya tanah di punggung pegunungan Gawalise bagian utara sana   membuatku penasaran untuk sekedar berkunjung, no more curious . Aku tak tahu jalannya, tapi setidaknya aku tahu arahnya. Sore ini, s e

Jalan Kartini menuju Matantimali

Aku terkadang mengingat hal-hal indah-dulu seusai pulang sekolah saat kelas dua SD, seperti kebanyakan rutinitas anak-anak desa disini, sekali-dua kali aku berjalan kaki sejauh lima kilometer menuju kebun kakao, menyusul ayah yang sedang memanen biji-biji coklatnya. Jalan kerikil berbukit-bukit serta kadang ada babi yang memecah keheningan jalan, berjalan lurus membabi buta tentunya dan ular hitam yang bisa saja tiba-tiba muncul ditengah jalan bag preman gang membajak uang jajan anak SD, peris tiwa semacam ini tak membuatku takut, karena seberapapun jauh perjalanan anak-anak ini, aku tidak sendiri, kami selalu berempat . Boro-boro tak ut, Momen seperti itu rasanya mala h s ekedar mengejutkan lalu ia menjadi cerita yang akan di sukai banyak orang . Diperjalanan , k ami biasanya memetik bunga liar yang tumbuh di jalanan berwarna ungu dan menghisapnya, rasanya manis memberi k arbohidrat dan aku selalu bertanya kenapa orangtua kami tidak melarang, mungkin saja karena