Skip to main content

Menapakkan kaki rantau di puncak Soputan (1783 mdpl)

_foto oleh Qobul Pamuji yang lagi hunting bintang di Soputan
Seorang traveler sejati harus merasakan sensasinya naik gunung!
Dan kini kesempatan itu telah tiba, Stapala BDK Manado 2014 membuka kesempatan pendakian umum bagi mahasiswa STAN. bagaimana keseruannya, cekidot!
poster pendakian umum 
Stapala BDK Manado

Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 13-14 Desember 2014, dua hari pasca capacity Building yang membuat otot dan mental berkontraksi tak kenal waktu, tapi karena adanya capacity building itu bisa dihitung sebagai oka-nya kita sebelum mendaki gunung soputan, gunung teraktif seantero sulawesi.
capacity building STAN 2014

Berbagai persiapan telah dilakukan, mulai membeli perlengkapan seperti carrier, matras, sleeping bag, logistik, termasuk nesting, dan lain-lain, terutama siswa Stapala selaku panitia, aku kebagian seksi perlengkapan yang nggak tau harus ngapa-ngapain.

Banyak yang bilang bahwa dalam pendakian kita bisa melihat diri kita (tabiat, dsbg) yang sebenarnya dan mengetahui sifat asli teman-teman kita,  dan kini saatnya membuktikan apakah argumentasi itu layak di pertahankan?

Jujur saja, kegiatan ini membuat adrenalinku tertantang (mungkin berlebihan). why did I say like that? karena ini adalah.... "my first summit." Mampukah kami menaklukkan gunung teraktif di Sulawesi yang tercatat meletus hampir setiap tahunnya, terhitung pada 1785, 1819, 1833, 1845, 1890, 1901, 1906, 1907, 1908-09, 1910, 1911-12, 1913, 1915, 1917, 1923-24, 1947, 1953, 1966-67, 1968, 1970, 1971, 1973, 1982, 1984, 1985, 1989, 1991-96, 2000-03, 2004, 2005, 2007, 2008,2011 dan 2012 ini? (data wikipedia). 

Pasti mampulah! Seperti pepatah Stapala, yang dibutuhkan adalah semangat lalu komitmen yang kuat, Pendakian ini merupakan pendakian dengan peserta yang bisa dibilang banyak banget, 59 mahasiwa STAN BDK Manado ikut bergabung dalam pendakian ini, dengan pendamping sekitar 10 orang, fakta membuktikan, setelah cek and ricek, banyak juga diantara mereka yang mengakui bahwa ini adalah pendakian pertamanya, hahaha.

Akhirnya hari yang dinanti telah tiba!
13 Desember 2014,
Pagi ini pukul 08.00 WITA kami berkumpul di lapangan Balai Diklat Keuangan Manado, hari yang cerah pastinya. Disinilah perjalanan awal di mulai, dua bus Veronica tua telah terparkir masam di bawah pohon keluarga palem-paleman, dengan cekatan para mahasiswa mengurus segala sesuatu yang di perlukan disana.Setelah semuanya selesai dan pembagian kelompok telah dilaksanakan, akhirnya perjalananpun dimulai. dari jln. Mapanget raya pukul 08.40 menuju jalan arah Bitung, melewati kawasan citraland yang ada Monumen Yesus memberkatinya, terbesar kedua di dunia (ada yang bilang ketiga), menuju kota diatas bukit, Tomohon, kota bunga dengan panorama gunung Lokon dan gunung Mahawunya  yang indah, lalu memasuki kawasan penurunan di Kawangkoan menuju gunung Soputan berada, di Minahasa Tenggara.
Perjalanan panjang, lebih dari tiga jam, hal ini disebabkan karena supirnya kesasar dan tak tahu jalan? setelah beberapa kali putar balik jalan, akhirnya kami sampai di sebuah gereja yang merupakan awal langkah kaki kami menuju Soputan.
Cuaca saat itu tidak mendukung, yakni lagi hujan dan semakin lama semakin deras, namun itu tidak menurunkan semangat kami. Dengan tekad itulah, kami susuri jalan panjang langkah demi langkah, melewati perkebunan warga yang bercocok tanam tomat, daun prei, dan sayuran lainnya, beberapa tanaman se-marga bunga matahari dan paku-pakuan menghiasi perjalanan kami. Perkebunan warga yang kami lewati sangat panjang dan cukup melelahkan, maklum baru pertama kali memikul keril.

POS 1

 Akhirnya, perjalanan panjang tiba di pos 1, disini kami makan siang dan istirahat sejenak, pos satu dikelilingi hutan pinus, saat itu udara sangat dingin dan berkabut, disini ada pondok milik warga yang menjual kopi dan seduhan hangat lainnya, rata-rata warga memelihara anjing, di pos satu ini ada juga ayam sih, setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju base camp.
Kelompok dua setiba di Pos 1
Perjalanan menuju base camp tidak sesulit saat menuju pos 1, kami melewati hutan pinus dan turun menuju jalan setapak yang di ikuti oleh alur sungai kecil kuning berbelerang, melewati padang rumput gajah jaraknya sekitar 4-5 km untuk mencapai base camp kami. Kami lalu melaksanakan sholat duhur dan azar berjamaah.



Solat berjamaah yang di rapel
welcome to base camp

Di basecamp kami beristirahat, membangun tenda, memasak, sholat magrib dan isya berjamaah, makan malam, berkumpul, bernyanyi dan bercerita bersama bang Gustav, semakin malam suhu semakin rendah, cuaca makin dingin dan menusuk, akhirnya aku dan saudara stapala tidur dibawa ponco yang dijadikan tenda darurat, untung sepanjang malam tidak ada hujan deras dan badai, sehingga bisa tertidur dengan kehangatan sleeping bagnya Goroho.

Keesokan harinya kami bangun jam setengah tiga dan melakukan perjalanan menuju puncak Soputan :)











Perjalanan yang sangat berarti.
Thanks a lot kepada panitia, kapten, dan seksi dokumentasi : picolo dan panada.

Comments

  1. Bang gustav... bukan gustab hehe.. travel bloger juga ya

    ReplyDelete
  2. hehehe, baru belajar kak, makasih kak akan di sunting kembali :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Solo Traveling : Maumere da gale kota Ende

Maumere da gale kota ende pepin gisong gasong le'le luk ele rebin ha           Sepenggal lirik lagu yang sangat terkenal saat masih kuliah di Manado dulu, lagu yang diputar di acara pesta pernikahan hingga oto-oto mikro (angkutan kota). Lagu ini merajai Indonesia Timur, dari tanah lahirnya Maumere, hingga di ujung utara Sulawesi. Lama kelamaan lagu ini bahkan lebih besar dari kota kelahirannya, dibuat jadi musik tarian dan senam di se-antero Nusantara. Pemandangan gunung Egon dari Laut Flores           Maumere, sebuah kota di Nusa Tenggara Timur. Hanya itu yang kuketahui, perihal kota ini berada di pulau Flores dan menjadi kota terbesar di Flores kutahu belakangan, belakangan pula kuketahui kalau di pulau ini lah kota Ende, Bajawa, Ruteng, Larantuka, dan Labuan Bajo yang terkenal itu berada.           Rencana ke Maumere ini bagaikan serangan jantung, tiba-tiba. Dilatarbelakangi menghadiri pesta pernikahan sahabat sekaligus rekan kerja di Makassar, saya akhirnya meng

Parigi Moutong Underwater : Pengalaman mengambil Lisensi Scuba Diving (Open Water)

  Banyak karya hebat yang dihasilkan dari pengasingan, persembunyian dan kesendirian. Orang-orang yang mendobrak batas ruang dan waktu, berimajinasi dan berpikir menembus batas tembok persembunyian, melawan rasa rindu dan angin kesepian yang berhembus kencang seakan ingin menarik akar idealis lepas dan terbang berputar-putar dihancurkan oleh sebuah tornado realitas hingga menjadi puing-puing tak bermakna. Ketika kutukar kehidupanku di kota yang serba sibuk dengan kehidupan yang relatif renggang dan sepi, pertemanan yang luas dan beragam ditukar dengan komunitas kecil yang bahkan tak kuketahui sifat asli orang-orangnya, pilihan makanan yang dulunya banyak menjadi terbatas. Karena ini adalah sebuah pilihan, maka tidak ada kata mundur dan memposisikan diri ini sebagai si dia yang tertindas , sebaliknya ini adalah saat yang tepat untuk memanfaatkan jeda yang cukup menjadi suatu wadah untuk belajar dengan subjek tak terbatas yang kusebut kemudian sebagai Institut Kehidupan . Institusi y

Kisah 1000 Guru, 31 Peserta, 7.4 Magnitudo, 5 Hari

Berangkat Ke Palu Saya percaya akan ada hari dimana kejadian yang tepat datang di waktu yang tepat, kita biasa menyebutnya kebetulan atau mumpung. Kebetulan sekali, saya mendapat dinas luar di akhir pekan dan setelahnya saya bisa menjadi relawan dalam program Traveling and Teaching #11 1000 Guru Sulawesi Tengah di Palu, kesempatan emas yang tak kurencanakan sebelumnya namun   begitu kunantikan karena beberapa kali ingin ikut namun selalu saja ada halangan. Pesawat ATR menerbangkan penumpang dari Tolitoli menuju kota Palu, Kami tiba sekitar jam 11.00, cuaca Palu siang itu masih sama panas dan menyengatnya, kami memutuskan berjalan kaki menuju pintu gerbang bandara agar bisa menggunakan aplikasi ojek online menuju Palu Kuring untuk makan siang. Kami berpisah disini, Saya menuju ke KPP Pratama Palu dan teman kantor lainnya kembali ke bandara menunggu pesawat ATR berikutnya yang menerbangkan ke Luwuk. KPP Pratama Palu, kantor OJT-ku dua tahun yang lalu sedang dalam proses renovasi