Pulisan: Pantai pribadi dalam Lukisan




Jalanan ke pusat kota Manado saat itu macet berat, mungkin karena menjelang tahun baru 2015. Yah, kami masih berada di kota Nyiur melambai pinggiran samudera pasifik yang menawan.
Sebagai Mahasiswa rantau dengan budget pas-pasan, kami datang bukan untuk wisata, pusat kota dan pantai boulevard cukup menjadi destinasi pas meski ‘itu-itu mulu’ tetap saja selalu memberikan kepuasan, salah satunya puas melihat keelokan gadis Minahasa.
Karena macet, daripada getting bored di oto mikro, saya memutuskan untuk membuka akun Path yang sekarang sudah non-aktif. "Wah, anak kosan kumaseh ke Pantai pulisan, gilss… foto-fotonya bikin envy sekali, jan." Entah mengapa kalau melihat orang lain bepergian tanpa kamu ada disitu, rasanya…… (ya Tuhan jauhkanlah hamba-Mu dari sifat iri dan dengki).


Butuh waktu tiga bulan setelah anak Kumaseh untuk bisa menikmati deburan ombak yang menampar telak batuan hitam (bukan batu akik doko yang hitam ituloh!) dan akhirnya bisa mengelus-elus, memeluk-meluk dan menjilat-jilat halusnya pasir putih, mumpung masih lajang (lajang pilihan bro, jomblo takdir, tapi sama aja tetap aja sendiri).

Kali ini saya tidak ingin bercerita tentang bagaimana mencapai pantai Pulisan, cari sendiri, yang jelas letaknya paling utara dataran besar Sulawesi Utara, di Likupang ya.
 Ketika membayar retribusi, kami melewati jalanan dengan komposisi utama tanah liat berantakan, beruntung saja ini bukan musim hujan, pikirku mendadak, dan dari celah daun diturunan jalan terlihat pantai yang kontras dengan hutan-hutan di sekitarnya.



Entalah, saya lebih mendukung jalannya tidak diaspal atau diperbaiki, menambah efek petualang toh, karena untuk memperoleh keindahan butuh perjuangan kawan, selain itu biasanya makin sulit mencapai suatu tempat maka makin indah nian elok nan perawan alamnya, dan lagipula alam tidak bisa ditukar dengan uang sayangku. Seperti prinsip salah satu teman di prodip Pajak, sebut saja dia X mengatakan bahwa semakin jelek jalannya semakin indah pantainya, tidak bisa disalahkan juga pendapat X itu.

Tidak berlebihan kalau saya bilang bahwa : ketika anda tiba di pantai besar Pulisan, ekspresi yang tepat hanyalah ‘Menganga’, yeah… menganga melihat pantai pasifik dengan gradiasi biru kehijauan, biru keputihan, sampai biru dalam menenggelamkan, menganga melihat tipikal kehidupan keras ombak pasifiknya, menganga melihat hamparan putih pasir, tebing batu hitam, dan background pulau Bangka yang besar, menganga melihat kehidupan bahari yang sangat sederhana, pantai ini sangat sepi dan bersih, tak ada sampah, dan momen kedatangan saya menyaksikan bapak yang tinggal disini berkawan baik sekali dengan alam, dia sedang menyapu pasir pantai, sahabat alam memang.

Salah satu kegiatan Sekolah Alam Misionaris Kristen langsung saya saksikan di pantai serasa milik pribadi ini, mereka belajar di alam yang indah. Garis pantai yang pendek menjadikan pantai ini cocoknya dikunjungi berdua saja, untuk mencapai private beach anda harus ke kiri dan ke kanan melewati tebing batu yang harus dengan hati-hati tapi wajib anda lakukan jika ingin menyaksikan indahnya ujung paling utara dijamin nggak bakal menyesal, semua berpasir putih, alami tanpa sampah, ingat anda jangan sampai meninggalkan sampah atau lebih baik anda tidak usah datang sama sekali!

Comments