Sebagai Mahasiswa rantau dengan budget pas-pasan, kami
datang bukan untuk wisata, pusat kota dan pantai boulevard cukup menjadi
destinasi pas meski ‘itu-itu mulu’ tetap saja selalu memberikan kepuasan, salah
satunya puas melihat keelokan gadis Minahasa.
Karena macet, daripada getting bored di oto mikro, saya memutuskan untuk membuka akun Path
yang sekarang sudah non-aktif. "Wah, anak kosan kumaseh ke Pantai pulisan, gilss…
foto-fotonya bikin envy sekali, jan." Entah mengapa kalau melihat orang lain
bepergian tanpa kamu ada disitu, rasanya…… (ya Tuhan jauhkanlah hamba-Mu dari
sifat iri dan dengki).
Butuh waktu tiga bulan setelah anak Kumaseh untuk bisa
menikmati deburan ombak yang menampar telak batuan hitam (bukan batu akik doko yang
hitam ituloh!) dan akhirnya bisa mengelus-elus, memeluk-meluk dan menjilat-jilat
halusnya pasir putih, mumpung masih lajang (lajang pilihan bro, jomblo takdir,
tapi sama aja tetap aja sendiri).
Kali ini saya tidak ingin bercerita tentang bagaimana
mencapai pantai Pulisan, cari sendiri, yang jelas letaknya paling utara dataran
besar Sulawesi Utara, di Likupang ya.
Ketika membayar
retribusi, kami melewati jalanan dengan komposisi utama tanah liat berantakan, beruntung
saja ini bukan musim hujan, pikirku mendadak, dan dari celah daun diturunan jalan
terlihat pantai yang kontras dengan hutan-hutan di sekitarnya.
Entalah, saya lebih mendukung jalannya tidak diaspal
atau diperbaiki, menambah efek petualang toh, karena untuk memperoleh keindahan
butuh perjuangan kawan, selain itu biasanya makin sulit mencapai suatu tempat
maka makin indah nian elok nan perawan alamnya, dan lagipula alam tidak bisa
ditukar dengan uang sayangku. Seperti prinsip salah satu teman di prodip Pajak,
sebut saja dia X mengatakan bahwa semakin jelek jalannya semakin indah
pantainya, tidak bisa disalahkan juga pendapat X itu.
Tidak berlebihan kalau saya bilang bahwa : ketika anda
tiba di pantai besar Pulisan, ekspresi yang tepat hanyalah ‘Menganga’, yeah… menganga
melihat pantai pasifik dengan gradiasi biru kehijauan, biru keputihan, sampai
biru dalam menenggelamkan, menganga melihat tipikal kehidupan keras ombak
pasifiknya, menganga melihat hamparan putih pasir, tebing batu hitam, dan
background pulau Bangka yang besar, menganga melihat kehidupan bahari yang
sangat sederhana, pantai ini sangat sepi dan bersih, tak ada sampah, dan momen
kedatangan saya menyaksikan bapak yang tinggal disini berkawan baik sekali
dengan alam, dia sedang menyapu pasir pantai, sahabat alam memang.
Salah satu kegiatan Sekolah Alam Misionaris Kristen
langsung saya saksikan di pantai serasa milik pribadi ini, mereka belajar di
alam yang indah. Garis pantai yang pendek menjadikan pantai ini
cocoknya dikunjungi berdua saja, untuk mencapai private beach anda harus ke kiri
dan ke kanan melewati tebing batu yang harus dengan hati-hati tapi wajib anda
lakukan jika ingin menyaksikan indahnya ujung paling utara dijamin nggak
bakal menyesal, semua berpasir putih, alami tanpa sampah, ingat anda jangan
sampai meninggalkan sampah atau lebih baik anda tidak usah datang sama sekali!
Comments
Post a Comment