Dan Bandung Bagiku




          

Tebet, Jakarta-Kamis, 27 November 2015 [09.00am]
Saya dibuatnya berdoa agar perjalanan ini tidak sekedar wacana, cemasku meningkat- hampir sejam sudah berlalu dari waktu yang kami sepakati untuk berangkat ke kota kembang, Bandung untuk pertama kali. Sebagai penumpang gratisan dengan fasilitas ’seorang kolega’, saya tak bisa mendesaknya.
Sebagaimana niat yang telah kuketik rapi diposting BBM (entah ada yang membaca), sambil menunggu pemberkasan dan segala seluk muluk prosesi di Jakarta saya mencari-cari alternatif murah untuk melakukan perjalanan di beberapa tempat di pulau Jawa, untungnya selalu ada kesempatan untuk hasrat tualang-ku.
~
Bandung-Kamis, 27 November tahun 2015.
Sedikit lagi sinar surya tegak lurus dengan kepala, baru kami cus meninggalkan Jakarta. Semakin menjauh dari pusat raksasa Bisnis dan pemerintahan itu, gedung-gedung tinggi semakin renggang, giliran pabrik-pabrik hadir dengan asap hitam meracuni udara. Tak lupa, kami menyempatkan singgah makan siang disalah satu rest area di planet Bekasi (menurut Tania) sekaligus menunaikan shalat duhur sebelum melanjutkan perjalanan yang katanya kalaulah lancar memakan waktu sekitar dua jam.
Kemudian Tol Padaleunyi (Padalarang-Cileunyi) dimataku tiba-tiba saja menjelma menjadi sosok Anakonda hitam tertidur kenyang diantara lereng-lereng perbukitan hijau menuju ibukota Jawa Barat. Permadani teh dan celah-celahnya membentuk garis bergelombang yang kalau dipikir-pikir seperti jaringan epidermis hijau tak berujung. Awan secara lembut bergerak membasuhi puncak-puncak kanopi yang ia lalui. Beruntunglah saya mempunyai teman se-almamater yang datang dari dan hampir di seantero Nusantara, anak Jakarta di mobil ini misalnya mereka ikut menambah cerita supernatural di kilometer 97.
Perjalanan menuju kota Bandung menjadi momentum yang tak terlupakan. Perbukitan, kebun teh dan kabut saat sore mendung-mendungnya adalah sekelabat memori yang terekam dan begitu saja terlintas ketika mengingatnya.
Memasuki kota Bandung dari gerbang tol Pasteur, kami disapu hujan deras. Walaupun begitu, saya yang baru pertama kali berada disini mencuri tatap diantara rintik hujan yang mengaliri jendela mobil, saya suka dengan tata kota Bandung yang elegan dan penuh kreativitas.
Kesepakatan mengarahkan kami ke Trans Studio Mall untuk makan siang sekaligus keliling melihat-lihat isi mall sembari menunggu hujan reda. Hujan reda malam tiba, semesta mengarahkan kami ke Masjid Agung Kota Bandung (sekalian sholat malam), menikmati lapangan sintesis dan bermain-main di tamannya dibawah bias lampu jalanan yang meninggalkan aroma basah, tak lupa berfoto bersama dibeberapa tempat yang lejit.
Kami tidur disudut pom bensin, sebagian besar mereka tidur duduk di mobil, beruntung saya dikursi belakang bisa meluruskan kaki. Paginya kami berangkat ke Ciwidey, salah satu kecamatan di kabupaten Bandung, kawasan ini dikenal sebagai daerah tujuan wisata dan penghasil produk-produk pertanian.
Tujuan kami yaitu Kawah Putih, sebuah danau putih turquoise yang terbentuk dari letusan gunung Patuha. Sesampai di kaki selamat datang, kami membayar tiket masuk Rp.18.000/orang, lalu dipersilahkan memilih alternatif menggunakan mobil pribadi dengan biaya ± Rp.150.000,- atau menggunakan angkutan ontang-anting Rp.15.000/orang untuk menuju parkiran atas menuju Kawah Putih.
Bau belerang tercium dari radius yang cukup jauh, disarankan membawa masker ketika berada dikawah putih. Kita bisa mendekati air danau yang dari pengamatanku mulai mengering. Tidak disarankan berlama-lama berada di dekat kawah. Disudut pendopo dua pemuda asyik melantunkan lagu daerah Sunda diiringi suling, kecapi, dan angklung. Kalian kalau mau juga bisa menyawa payung jikalah mendung.
Dari kawah putih perjalanan kami lanjutkan menuju Situ Pattenggang, sebuah danau (lagi) yang menurut internet tidak jauh dari kawah putih. Dari kaca mobil, Ciwidey tampak dipenuhi kebun teh, strowberry, dan kaya wisata permandian air panas. Sesampai di Situ Pattenggang, hijaunya rumput disekitar situ membawa kedamaian pada kornea mata. Pengelolahan lokasi wisata Situ Patenggang cukup terawat dan bersih, sejuknya udara di siang hari ditambah rindangnya pepohonan membuat kami siap mengelilingi dan menelusuri kisahnya. Waktu terasa begitu cepat di hari Jum’at, kami beranjak pulang menuju kota Periangan, Bandung sebelum melanjutkan perjalanan panjang (dan melelahkan buat supirnya).

Comments