Skip to main content

Diseret Sumpah sampai ke Tana Poso

            

         

Air terjun Saluopa ditingkatan paling bawah (Nov 2019)


         Harstwin, sosok pemuda ceria, lucu dan mudah bergaul ditakdirkan mencari pundi-pundi rejekinya di Kabupaten Poso. Harstwin yang baru kukenal awal tahun 2019 di Surabaya dalam suatu pertemuan tiba-tiba (nggak juga tiba-tiba sih, kami sering bercakap di WA mengenai pekerjaan setelah itu) menghubungiku di penghujung bulan sepuluh, kebetulan secara pekerjaan kami dibidang yang sama namun kantor yang berbeda.

            “Bang, Poso mau pelantikan PNS nih.”

            “Wah beneran Win? Mantep, pengen kesana sih sekalian main-main, belum pernah ke Poso.”

            Gaslah keun,” Sesingkat itu.

            Saya yang ketinggalan ikut sumpah PNS karena harus menunaikan tugas negara beberapa bulan yang lalu di Bandung merasa terpanggil, singkat cerita ternyata pihak kantor mendukung keikutsertaanku ke Poso, semua lancar dan pihak KPP Pratama Poso bisa menfasilitasi. Singkat cerita saya berangkat dari Tolitoli dengan menggunakan rental biasa, Putra Tolis rental—rute Palu, namun saya singgah di Toboli, Parigi Moutong sekitar pukul 04.00 dini hari karena untuk menuju ke Poso berbeda rute. Makan Lalampa toboli sampai kenyang—tidur di emperan—makan lalampa lagi sampai kenyang—tidur lagi, akhirnya pukul 09.00 dengan bantuan pemilik warung, saya diikutkan ke mobil bus ¾ yang akan menuju kota Poso.

            Perjalanan ke kota Poso dari sini (baca: Toboli) sejatinya hanya memakan waktu dua setengah jam, namun karena supir harus menjemput penumpang yang bisa masuk keluar kampung dan punya langganan makan gratis (khusus supir), jadilah penumpangnya ikut singgah makan juga. Sampai di Poso pada siang hari, saya menginap di Hotel Ancyra yang ternyata satu atap dengan Poso Mall City—dan ternyata, wah tidak ramai.

            Kota Poso merupakan kota tua dan terbesar ke-tiga di Provinsi Sulawesi Tengah, Poso yang memiliki sejarah dan konflik yang panjang kini telah atau mulai berbenah diri, karena sejatinya tanpa ada konflik, Poso sudah indah dengan panorama pesisir pantai dan danaunya-danau Poso yang terbesar ketiga di Indonesia (seluas 323,2 km2), hamparan padang savannah nan luas di Napu dengan peninggalan batu megalitik yang menyisahkan pertanyaan, serta hutan dan air terjun cukup menjadi magnet-nya sendiri.

Dermaga di tepi danau Poso (Nov 2019)

            Sore harinya Harstwin mengajakku ke pantai Imboh, pantai yang cukup ramai dikunjungi masyarakat Poso di akhir pekan yang masih menyisahkan terumbu karang—walau dalam keadaan sekarat, pantai ini terbentang di teluk Tomini yang selalu tenang sepanjang tahun, setidaknya begitu yang kudapati.

            Bang!”

            Ya,”

            Pelantikannya ditunda hari Selasa.”

            What the….. oke, besok saya mau ke Danau Poso, ada motor toh?”

            Pake motornya Tio aja hehehe.” Tio sahabat seperjuangan saat masih bimbel untuk masuk ke STAN di Makassar juga mengais ibu nasibnya di tanah Poso.

            Keesokan harinya saya menuju KPP Pratama Poso dan emang bangke si Harstwin, sebelum kunci sepeda motor Tio ditanganku, diriku diajaknya merasakan salah satu pekerjaannya di Poso, yaitu mengambil konsumsi untuk rapat di kantor, ”Ya ditraining dulu bang, kalau mau pindah ke Poso.”

            Ya, misi terselubung ikut pelantikan di Poso adalah untuk merasakan aura—rasanya kerja dan tinggal di Poso, terlalu naif memang, akankah ia menjadi kantor keduaku?

            Saya berangkat menuju Tentena dengan sepeda motor Tio seorang diri, perjalanan dari Poso Pesisir ke Tentena yang berada di pedalaman memakan waktu kurang lebih dua jam dengan melewati kampung, perkebunan dan hutan. Sesampai di Tentena dengan mata merah bukan karena terharu melainkan helem gaul milik Hartswin ini tidak memiliki visor jadinya debu-debu yang beterbangan terutama di jalan keluar masuk proyek dengan bebas hinggap di bola mataku. Tempat pertama yang kusambangi adalah air terjun Saluopa, melewati perkampungan bernuansa pulau Dewata dengan hamparan sawah dan pepohonan menyejukkan, keindahan air terjun Saluopa memang mempesona, dengan 12 tingkatan dan suasana alam hutan yang menyejukkan, siapa yang tak tahan untuk menceburkan diri di airnya yang jernih dan dingin.

            Karena ini hari senin, pengunjungnya cuma ada dua orang lain yang sudah berada ditingkat ke-tiga terlebih dulu. Tak lama kemudian mereka turun, meninggalkan diriku seorang diri di punggung air terjun, puas menikmati keindahan Saluopa yang istimewa saya kembali ke eits, tunggu dulu, menikmati binte pulu dulu dengan sebutir telur begitu segarnya, apalagi jagungnya langsung dipetik dari halaman belakang rumah pemilik warung, suegeer.

Mengeker jodoh sampai ke Tentena (Nov 2019)

             Keluar dari Saluopa saya menuju Siuri beach, pantai berpasir putih di pinggir danau Poso. Heh, nggak salah pantai kok dipinggir danau? Sekilas memang seperti pantai karena danau Poso yang begitu luas bag lautan dan airnya bergelombang, kita akan merasakan sensasi danau rasa pantai berpasir putih hingga tersadar tatkala berenang dan merasakan airnya yang tawar. Achievment unlocked! Berenang di danau terbesar ke-3 di Indonesia, danau Poso!

perahu di pinggir danau poso (Nov 2019)

            Tak disangka petualangan ke Tentena harus segera diakhiri sebelum hari mulai gelap, saya harus kembali ke Ancyra dan benar saja hari sudah gelap ketika tiba di hotel tersebut.

Keesokan harinya saya kembali ke KPP Pratama Poso untuk mengikuti pelantikan sebagai Pegawai Negeri Sipil, semoga kami bisa amanah dan menjaga Integritas.

Tabea.

Bapose di air terjun Saluopa (Nov 2019)

Comments

Popular posts from this blog

Solo Traveling : Maumere da gale kota Ende

Maumere da gale kota ende pepin gisong gasong le'le luk ele rebin ha           Sepenggal lirik lagu yang sangat terkenal saat masih kuliah di Manado dulu, lagu yang diputar di acara pesta pernikahan hingga oto-oto mikro (angkutan kota). Lagu ini merajai Indonesia Timur, dari tanah lahirnya Maumere, hingga di ujung utara Sulawesi. Lama kelamaan lagu ini bahkan lebih besar dari kota kelahirannya, dibuat jadi musik tarian dan senam di se-antero Nusantara. Pemandangan gunung Egon dari Laut Flores           Maumere, sebuah kota di Nusa Tenggara Timur. Hanya itu yang kuketahui, perihal kota ini berada di pulau Flores dan menjadi kota terbesar di Flores kutahu belakangan, belakangan pula kuketahui kalau di pulau ini lah kota Ende, Bajawa, Ruteng, Larantuka, dan Labuan Bajo yang terkenal itu berada.           Rencana ke Maumere ini bagaikan serangan jantung, tiba-tiba. Dilatarbelakangi menghadiri pesta pernikahan sahabat sekaligus rekan kerja di Makassar, saya akhirnya meng

Parigi Moutong Underwater : Pengalaman mengambil Lisensi Scuba Diving (Open Water)

  Banyak karya hebat yang dihasilkan dari pengasingan, persembunyian dan kesendirian. Orang-orang yang mendobrak batas ruang dan waktu, berimajinasi dan berpikir menembus batas tembok persembunyian, melawan rasa rindu dan angin kesepian yang berhembus kencang seakan ingin menarik akar idealis lepas dan terbang berputar-putar dihancurkan oleh sebuah tornado realitas hingga menjadi puing-puing tak bermakna. Ketika kutukar kehidupanku di kota yang serba sibuk dengan kehidupan yang relatif renggang dan sepi, pertemanan yang luas dan beragam ditukar dengan komunitas kecil yang bahkan tak kuketahui sifat asli orang-orangnya, pilihan makanan yang dulunya banyak menjadi terbatas. Karena ini adalah sebuah pilihan, maka tidak ada kata mundur dan memposisikan diri ini sebagai si dia yang tertindas , sebaliknya ini adalah saat yang tepat untuk memanfaatkan jeda yang cukup menjadi suatu wadah untuk belajar dengan subjek tak terbatas yang kusebut kemudian sebagai Institut Kehidupan . Institusi y

Kisah 1000 Guru, 31 Peserta, 7.4 Magnitudo, 5 Hari

Berangkat Ke Palu Saya percaya akan ada hari dimana kejadian yang tepat datang di waktu yang tepat, kita biasa menyebutnya kebetulan atau mumpung. Kebetulan sekali, saya mendapat dinas luar di akhir pekan dan setelahnya saya bisa menjadi relawan dalam program Traveling and Teaching #11 1000 Guru Sulawesi Tengah di Palu, kesempatan emas yang tak kurencanakan sebelumnya namun   begitu kunantikan karena beberapa kali ingin ikut namun selalu saja ada halangan. Pesawat ATR menerbangkan penumpang dari Tolitoli menuju kota Palu, Kami tiba sekitar jam 11.00, cuaca Palu siang itu masih sama panas dan menyengatnya, kami memutuskan berjalan kaki menuju pintu gerbang bandara agar bisa menggunakan aplikasi ojek online menuju Palu Kuring untuk makan siang. Kami berpisah disini, Saya menuju ke KPP Pratama Palu dan teman kantor lainnya kembali ke bandara menunggu pesawat ATR berikutnya yang menerbangkan ke Luwuk. KPP Pratama Palu, kantor OJT-ku dua tahun yang lalu sedang dalam proses renovasi