Skip to main content

Parigi Moutong Underwater : Pengalaman mengambil Lisensi Scuba Diving (Open Water)

 

Banyak karya hebat yang dihasilkan dari pengasingan, persembunyian dan kesendirian. Orang-orang yang mendobrak batas ruang dan waktu, berimajinasi dan berpikir menembus batas tembok persembunyian, melawan rasa rindu dan angin kesepian yang berhembus kencang seakan ingin menarik akar idealis lepas dan terbang berputar-putar dihancurkan oleh sebuah tornado realitas hingga menjadi puing-puing tak bermakna.

Ketika kutukar kehidupanku di kota yang serba sibuk dengan kehidupan yang relatif renggang dan sepi, pertemanan yang luas dan beragam ditukar dengan komunitas kecil yang bahkan tak kuketahui sifat asli orang-orangnya, pilihan makanan yang dulunya banyak menjadi terbatas. Karena ini adalah sebuah pilihan, maka tidak ada kata mundur dan memposisikan diri ini sebagai si dia yang tertindas, sebaliknya ini adalah saat yang tepat untuk memanfaatkan jeda yang cukup menjadi suatu wadah untuk belajar dengan subjek tak terbatas yang kusebut kemudian sebagai Institut Kehidupan.

Institusi yang dipimpin oleh diriku sendiri mencoba mencari peluang dan hal-hal sekitar yang mungkin bisa mudah kudapatkan dan dipelajari namun ditempat lain mahal dan langka. Kutengok lingkungan sekitarku, pengalaman apa yang hendak kucoba. Bab pertama dari babak baru ini adalah mengikuti kursus diving Open Water : lihatlah hamparan pantai timur yang tenang bak danau pendiam bernama teluk tomini nan kaya akan terumbu karang, ada sebuah house reef bernama Parigi Moutong Equator Dive Resort kira-kira 30 menit bersepeda motor dari tempat tinggalku, setelah beberapa kali percakapan melalui WhatsApp, akhirnya pemilik house reef tersebut mengundangku untuk menemuinya, sebuah kebetulan dan keberuntungan.

Hari itu minggu pagi yang cerah, kukendarai Aleki-si kuda bermesin hitam keluaran Honda melaju keutara mengikuti garis pantai timur, sesampaiku di Marantale, house reef yang lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai pantai kucing ini masih sepi, seorang karyawan sedang menyapu pekarangan ditemani mentari pagi yang mulai meninggi, belakangan kuketahui dia dipanggil Kumbet. Besok bertemu Bang Rully, kata beliau di WhatsApp yang jadi peganganku. Karena belum melihatnya, saya sempatkan bermain ke dermaga.

Bang Rully merupakan sosok yang serius dan tegas, tanpa banyak basi-basi beliau menanyakan keseriusanku mengikuti kursus ini. Kurang serius apa diriku meluangkan akhir pekan disini, dalam hatiku. Tak banyak bicara, aku langsung disodorkan secarik kertas berjudul ’Standard Safe Diving Practices Statement of Understanding’ dan ‘Liability Release and Assumption of Risk Agreement’, segera bersiap-siap untuk mendapatkan ringkasan materi hari ini dan langsung praktik diving di depan dermaga, hari ini juga. Aku bersemangat sekaligus tegang karena tak kusangka waktu dan tempat yang dipersilahkan dimulai hari ini.

”Kalau kau serius!” Ucapnya dengan mata melotot, tanpa memperkenalkan sukunya diriku langsung bisa menebak kalau Bang Rully orang Batak. Saya mengikuti beliau ke dive center, bersama Kumbet untuk menyiapkan peralatan selam. Bang Rully mulai menjelaskan beberapa teori dasar dalam menyelam seperti bagaimana mengatur napas, berenang dan mengatur keseimbangan atau buoyancy, prosedur keselamatan, memperkenalkan beberapa peralatan, cara merakitnya hingga cara merawatnya. Tak lama berselang, mentari mulai naik ke ubun-ubun, kami memulai penyelaman pertamaku.

Untuk dive ke-1, kami berjalanan dari dive center ke pinggir pantai, karena air mulai surut, cukup melelahkan berjalan menggendong tabung, pemberat dan peralatan yang tidak familiar untukku dibawah terik mentari khatulistiwa. Kami menyelam tak jauh dari dermaga. Pantai kucing terkenal akan terumbu karangnya yang indah dan sehat, dan benar saja, meskipun aku membutuhkan penyesuaian bernapas dan tekanan udara di telinga yang cukup mengganggu, namun aku sangat menikmati keindahan terumbu karang dan kontur pantai yang landai bag pegunungan bawah laut, hingga waktu 45 menit didalam air tak terasa.

 ”Uniknya, kontur bawah laut mengikuti pegunungan dibelakang sana.” kata Bang Rully setelah menyelam, membuatku terkesima dan serasa menyelami film serial The Strangers dengan Upside-down, tapi ini versi dunia lain yang lebih indah, berwarna, tenang dan terasa diperlambat.

Hari ini begitu tak terbayangkan, aku kembali membawa pulang bekal sebuah buku panduan PADI-Open Water dalam Bahasa Inggris yang harus kupelajari, untuk penyelaman berikutnya saya harus mengambil cuti di hari rabu dan sudah harus mempelajari berbagai materi.

Sebelum mengambil cuti sehari dihari rabu, atasanku memperoleh pengumuman mutasi ke Gresik, Jawa Timur. Untungnya beliau mengizinkanku cuti bertepatan dengan berangkatnya beliau ke bandara Mutiara, mungkin dia ingin memberi kesan terakhir yang menyenangkan. Diving ke-2 kami tidak berdua saja, kali ini ditemani Adri, seorang polisi air murid dari Bang Rully. Cuaca kali ini begitu mendukung, cerah. Kali ini kami memulai penyelaman melalui dermaga. Beberapa latihan yang kami lakukan pagi ini antara lain :

-        Predive safety check

-        Buoyancy control fin pivot

-        Buoyancy control Havering

-        Emergency air prosedure

-        Orally Inflate BCD (Surface)

-        Deep water entry

-        Giant step

Diving kali ini saya merasa lebih santai, selain karena jarak penglihatan yang jelas, saya mulai terbiasa dengan tekanan dibawah air dan pelan-pelan mampu berekualisasi, meskipun diving kedua kali ini saya mimisan, tapi itu bukanlah sesuatu yang berbahaya. Setelah diving selama 55 menit, akhirnya kami naik kepermukaan (surface interval), bilas peralatan dan tubuh lalu makan siang setelah itu dilanjut beristirahat. Scuba Diving meskipun menyenangkan dan tak terasa lama, namun cukup menguras energi dan membuat mengantuk ketika kembali ke daratan.

Diving ke-3, saya hanya turun berdua dengan Bang Rully tepatnya pukul 14.00. Diving kali ini kami bertemu dengan penyu di kedalaman 18 meter. Diving kali ini saya sedikit tegang, entah mengapa rasa takut dikedalaman menghampiri. Rasa takut itu datang dari berbagai film dan cerita dari orang-orang sekitar dimasa kecilku. ”Kalau sudah turun, harus rileks, kita serahkan semuanya kepada yang maha kuasa.” Kata Bang Rully yang dengan mudah mengetahui pikiranku dari caraku mengambil nafas. Kami menghabiskan waktu selama 45 menit dibawah air. Adapaun pelajaran sore ini adalah :

-        Predive safety check

-        Control Emergency Swimming Ascent (CESA)

-        Mask Removing and clearing (Underwater)

-        Remove and Replace Scuba (Underwater)

-        Remove and Replace Weight belt (Underwater)

 

Sore itu saya pamit untuk kembali ke kota Parigi, diving selanjutnya akan dilakukan dihari sabtu. “Kamu harus datang pagi kalau nggak menyesal, jam 7 sudah harus ada disini.” Kata bang Rully memberikan isyarat ketika saya pamit.

Hari kamis dan jumat sembari menjaga loket pelayanan di kantor saya sempatkan untuk belajar materi-materi untuk ujian kursus ini secara online melalui aplikasi PADI. Hari jumat juga saya menyelesaikan ujian akhir setelah melewati 5 bab materi dan tinjauan pengetahuan. Syukurnya saya lulus ujian akhir dengan nilai 90%. Tak sabar untuk segera diving keesokan harinya.

***

Ufuk timur bercorak merah keemasan dan langit cerah dengan sedikit awan, sebentar lagi matahari memperlihatkan matanya, membangunkan orang-orang yang masih tersisa dibalik sarung. Aleki kupaksa berlari sebelum matahari terbit menuju utara. Meskipun udara masih dingin, namun ada kehangatan yang kurasakan, saya senyum-senyum sendiri diatas sepeda motor yang melaju diatas aspal hitam berembun.

Kira-kira tiga puluh menit saya telah sampai di Parigi Moutong Equator Diving Resort dan langsung menyiapkan peralatan selam. Kami akan menuju Ampibabo dengan menggunakan kapal rakit yang menggunakan pipa-pipa besar. Semua peralatan diving dibawa dengan kapal rakit ini, ditemani matahari yang hangat dan teluk tomini yang bersahabat, perjalanan menuju Ampibabo terasa menyenangkan. Diatas kapal bang Rully memberikan pembelajaran mengenai Tabel Metrik RDP yang mengingatkanku akan tabel unsur kimia di SMA meskipun konsepnya jauh berbeda.

Kami merapat kedaratan untuk menjemput tamu Bang Rully yang semuanya adalah dokter Perempuan berjumlah enam orang. Situs penyelaman pertama bernama Ampibabo  Coral Garden. Bang Rully mengantarkan para ibu dokter ke kedalaman 30 meter sedangkan aku bersnorkeling ria diatasnya. Saya langsung terpesona melihat gugusan Fire Hydroid (Aglaophenia cupressina) yang mirip bulu ayam berwarna putih yang luas dan ikan-ikan beranekaragam yang memadati setiap sudut terumbu karangnya.


Setelah mereka naik ke permukaan untuk melakukan surface interval, kini saatnya giliranku yang diajak bang Rully menjelajahi kedalamannya, kami bermain hingga ke kedalaman 18 meter dengan jarak pandang mencapai 30 meter, ini merupakan penyelaman terbaikku sejauh ini, saya merasa seperti masuk kedalam sebuah film dokumenter Natgeo-wild. Keindahan ini tak sempat kuabadikan lewat kamera. Beranekaragam jenis, bentuk, dan warna ikan begitu indahnya. Hari ini kutetapkan dalam hati salah satu visual indah yang pernah kusaksikan langsung dimuka bumi ini. Betapa Maha Indahnya Tuhan yang telah merawat dan menciptakan ramainya kehidupan dibawah laut ini, akankah kita sebagai sesama ciptaan-Nya tega merusak?


Penyelaman terakhir dalam rangkaian kursus Open Water Diving ini untuk pertama kalinya saya menggunakan dive computer, melakukan underwater orientation (navigasi alami) dan untuk pertama kalinya melakukan diving dari kapal (boat diving/modified seated).


Untuk penyelaman kelima dan keenam yang merupakan recreational diving kami lakukan di GPS Poin 39 dan Ampibabo Canyon. Meskipun cuaca berubah, langit menghitam dan hujan turun, namun cuaca dibawah sana cenderung baik, arus tenang dan jarak pandang mecapai 10-15 m.


Bolak-balik Parigi-Marantale, menyelami bawah air yang begitu berbeda dengan daratan dan mengingat perkataan Bang Rully, “Bawah laut parigi Moutong itu mengikuti bentuk pegunungan diatasnya, pegunungan yang memanjang dari selatan ke utara.” Mengingatkanku akan serial film Stranger Things ketika mereka berada di Upside-down, tapi yang ini versi indah, menarik dan sedikit seram.

N.b : Semua foto underwater diambil oleh Instruksi divingku, Bang Rully.

Comments

Popular posts from this blog

Solo Traveling : Maumere da gale kota Ende

Maumere da gale kota ende pepin gisong gasong le'le luk ele rebin ha           Sepenggal lirik lagu yang sangat terkenal saat masih kuliah di Manado dulu, lagu yang diputar di acara pesta pernikahan hingga oto-oto mikro (angkutan kota). Lagu ini merajai Indonesia Timur, dari tanah lahirnya Maumere, hingga di ujung utara Sulawesi. Lama kelamaan lagu ini bahkan lebih besar dari kota kelahirannya, dibuat jadi musik tarian dan senam di se-antero Nusantara. Pemandangan gunung Egon dari Laut Flores           Maumere, sebuah kota di Nusa Tenggara Timur. Hanya itu yang kuketahui, perihal kota ini berada di pulau Flores dan menjadi kota terbesar di Flores kutahu belakangan, belakangan pula kuketahui kalau di pulau ini lah kota Ende, Bajawa, Ruteng, Larantuka, dan Labuan Bajo yang terkenal itu berada.           Rencana ke Maumere ini bagaikan serangan jantung, tiba-tiba. Dilatarbelakangi menghadiri pesta pernikahan sahabat sekaligus rekan kerja di Makassar, saya akhirnya meng

Kisah 1000 Guru, 31 Peserta, 7.4 Magnitudo, 5 Hari

Berangkat Ke Palu Saya percaya akan ada hari dimana kejadian yang tepat datang di waktu yang tepat, kita biasa menyebutnya kebetulan atau mumpung. Kebetulan sekali, saya mendapat dinas luar di akhir pekan dan setelahnya saya bisa menjadi relawan dalam program Traveling and Teaching #11 1000 Guru Sulawesi Tengah di Palu, kesempatan emas yang tak kurencanakan sebelumnya namun   begitu kunantikan karena beberapa kali ingin ikut namun selalu saja ada halangan. Pesawat ATR menerbangkan penumpang dari Tolitoli menuju kota Palu, Kami tiba sekitar jam 11.00, cuaca Palu siang itu masih sama panas dan menyengatnya, kami memutuskan berjalan kaki menuju pintu gerbang bandara agar bisa menggunakan aplikasi ojek online menuju Palu Kuring untuk makan siang. Kami berpisah disini, Saya menuju ke KPP Pratama Palu dan teman kantor lainnya kembali ke bandara menunggu pesawat ATR berikutnya yang menerbangkan ke Luwuk. KPP Pratama Palu, kantor OJT-ku dua tahun yang lalu sedang dalam proses renovasi